Senin, 13 Oktober 2014

Tedong Bonga

Tedong atau kerambau merupa kan sebutan kerbau oleh masyarakat toraja.Tedong menjadi harta yang berharga karena sering digunakan sebagai alat transaksi dalam perkawinan, warisan, juga pesta kematian. Tedong menjadi status sosial masyarakat tana h toraja.
Tedong bonga adalah kerbau belang. Kombinasi warnanya adalah hitam dan putih. Kerbau ini hanya terdapat di Tana Toraja. Tedong bonga memiliki harga sangat tinggi. Harganya ditentukan dari pola belang tedong bonga. Yang paling mahal adalah pola bonga seleko atau doti, yaitu tedong bonga yang pola hitam-putihnya seimbang. Dengan taburan bintik-bintik diseluruh tubuh. Harga kerbau ini dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Tedong bonga memegang peranan penting dalam acara rambu solo, yaitu acara pestakematian di Tana Toraja. Todong bonga dirawat layaknya seorang anak oleh orang yang memiliki kerbau ini. Setiap hari kerbau ini direndam di sungai dan dimandikan dengan sampo. Makanan tedong bonga haruslah dari rumput-rumput pilihan.

Senin, 30 Juni 2014

Indolivestock Expo 2014 at Jakarta Convention Center

Tugas posting wawancara perusahaan di Indolivestock expo 2014 sebagai rangkaian Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Meet Cowboy 50


Indolivestock Expo 2014 merupakan event tahunan yang menyelenggarakan semacam pameran mengenai teknologi, edukasi, dan program kewirausaahan dibidang perikanan, kedokteran hewan, dan tentunya peternakan.

Sabtu, 21 Juni 2014

Peternak Sapi Indonesia Masih Anti-Teknologi

BOGOR - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), telah menghasilkan teknologi untuk meningkatkan produksi sapi di Indonesia. Namun kenyataan di lapangan, para peternak sapi enggan untuk mengadopsi teknologi yang diperkenalkan untuk meningkatkan hasil panen.

Para peternak sapi di Indonesia dikatakan oleh salah satu peneliti dari LIPI, Syahrudin Said, menolak untuk menggunakan teknologi dalam beternak sapi. "Mereka bilang, 'Ah, tanpa teknologi itu saja, sekali panen sapi sudah bisa buat makan setahun', padahal peternakan yang mereka jalankan sekarang masih menghasilkan produksi yang sedikit," kata Syahrudin saat kunjungan ke industri peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin (KAR), di Bogor, Jumat (16/11/2013) malam.

Oleh karena itu, lanjut Syahrudin, di sinilah peran pemerintah untuk melakukan penyuluhan dan pendampingan kepada para peternak sapi di Indonesia agar mau menggunakan teknologi yang diperkenalkan oleh LIPI, yakni IB Sexing dan Embrio Transfer. 

Namun hingga saat ini, pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah belum dilakukan maksimal. Pemerintah mengirimkan utusannya untuk memberi penyuluhan dan pendampingan kepada peternak sapi hanya sebatas satu sampai dua tahun. Namun seharusnya, kata Syahrudin, pendampingan dilakukan terus menerus.

"Pendampingan itu never ending, harus terus menerus. Jangan hanya dua tahun lalu ditinggalkan," ujar peneliti reproduksi hewan dari LIPI ini. 

Syahrudin menambahkan, rata-rata kendala yang didapatkan oleh para peternak sapi di berbagai daerah adalah tingkat kematian ternak yang cukup tinggi. Itu dikarenakan bibit, pakan, dan manajemen pemeliharaan yang tidak baik. 

"Jika para peternak sapi di Indonesia secara keseluruhan menggunakan teknologi ini, produksi daging sapi tentu akan meningkat, dan swasembada pangan bisa tercapai," tutup Syahrudin. 

Sementara itu Kepala LIPI, Lukman Hakim, mengamini pendapat tersebut. Ia mengatakan, peternakan hewan yang tak dilandasi dengan ilmu pengetahuan akan menghasilkan panen yang buruk.


Sumber : http://techno.okezone.com/read/2013/11/15/56/897743/peternak-sapi-indonesia-masih-anti-teknologi